Tuesday, October 31, 2006

Refleksi Hari Sumpah Pemuda ke-78

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

78 tahun yang lalu, terasa tak mudah mempertahankan makna Sumpah Pemuda. Kondisi yang kontradiktif yang menimpa bangsa Indonesia mendorong generasi muda saat ini untuk lebih berjuang mempertahankan Sumpah Pemuda. Pemuda saat ini sudah banyak yang tidak memahami lagi arti pentingnya Sumpah Pemuda, lunturnya nasionalisme diakibatkan oleh diinabobokan oleh materi orang tuanya. Berbeda dengan ketika perjuangan merebut kemerdekaan, adanya musuh bersama menyatukan suara bangsa Indonesia khususnya pemuda.

Pepatah arab mengatakan "Subbanul Yaum Arrizalul Ghoddan" Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Pemuda yang baik bukan mengatakan inilah aku bukan inilah Bapakku. Kemandirian pada diri pemuda harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan yang baik. Pendidikan bukan hanya tanggungjawab sekolah saja akan tetapi tanggungjawab orang tua dan masyarakat.

Pembinaan generasi muda bukanlah tanggungjawab pendidikan pada tingkat perkuliahan saja akan tetapi bisa ditanamkan sejak dini yaitu tingkat persekolahan. Dalam konsepsi Nadim Al-Jisr (1991) pembinaan sangat penting dan berkait dengan moral. Dikeluhkan oleh dunia Islam, sebagian besar pemuda yang terdidik dengan kebudayaan ilmiah yang tinggi adalah paling dekat pada atheisme. Kekhawatiran itu mulai muncul bersamaan dengan masa kebangkitan ilmiah di negeri-negeri Islam. Para penuntut ilmu setelah masa itu, sejak langkah awal sudah harus menggunakan akalnya saja. Hal itu mengakibatkan munculnya gelombang kesombongan, kecongkakan pada mereka karena merasa ilmunya lebih tinggi dari siapa pun.

Berkaitan dengan itu, Al-Jisr berpendapat yang utama perlu ditanamkan pada generasi muda (remaja) adalah akidah yang kokoh bahwa manusia ada yang mengatur, yakni Allah Swt. Selanjutnya, pembinaan terhadap pemuda harus dilakukan dengan pendekatan yang disesuaikan dengan watak umumnya, penjelasan bahwa manusia itu makhluk yang lemah; selalu perlu pertolongan orang lain, pembukaan hati dan nurani mereka pada pengetahuan nikmat Allah yang berlimpah, dan penjelasan perilaku yang lurus berdasarkan pedoman Alquran. (Mahi M. Hikmat, PR:2005)

Tantangan globalisasi yang semakin deras, memacu kita untuk meningkatkan kualitas generasi muda yang kuat sesuai dengan tuntutan agama dan negara. Manusia yang memiliki budi luhur, kemandirian yang tinggi dan produktif bagi bangsa dan agamanya. Berangkat dari hal tersebut, bagaimanapun situasi dan kondisinya dan apa pun eksesnya, pembinaan terhadap remaja (generasi muda) tetap sangat diperlukan dan harus dilakukan. Tentu semuanya dengan paradigma positif demi menyelamatkan kehidupan bangsa dan negara di masa depan. Apalagi dalam konteks masa kini dan masa depan, tatkala godaan terhadap remaja amat menggelombang, mulai dari godaan seks bebas, narkoba, minuman keras, dan sejenisnya yang disajikan vulgar baik lewat penjajakan langsung ataupun media, pembinaan terhadap remaja harus menjadi program terdepan.